Nama-Nama Kerajaan Islam Di Sumatra Dan Sejarah Singkatnya

Nama-Nama Kerajaan Islam Di Sumatra Dan Sejarah Singkatnya
Minggu, Mei 07, 2017
Sejak awal kedatangannya, pulau sumatra termasuk daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama islam di indonesia. DIkatakan demikian mengingat letak pulau sumatra yang strategis berhadapan langsung dengan jalur perdagangan dunia, yakni selat malaka.

Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) dikatakan bahwa di sumatra, terutama di sepanjang pesisir selatan malaka dan pesisir barat sumatra terdapat banyak kerajaan islam, baik yang besar maupun yang kecil.


Nama Kerajaan Islam Di Sumatra

Diantara kerajaan-kerajaan tersebut antara lain: Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minang Kabau, Tiku, Panchur, dan Barus. Menurut Tomé Pires, Kerajaan-Kerajaan tersebut ada yang sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang sedang mengalami perkembangan, dan ada pula yang sedang mengalami keruntuhan.

Kerajaan-Kerajaan Islam Yang Ada Di Sumatra

1. Samudera Pasai

Samudera pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke-13. kerajaan ini terletak kurang lebih 15 km di sebelah timur lhokseumawe, Nangro aceh darussalam, dengan sultan pertamanya yang bernama Sultan Malik as-Shaleh (Beliau wafat tahun 696 H atau 1297 M).

Dalam kitab sejarah melayu dan hikayat raja-raja pasai deceritakan bahwa sultan malik as-shaleh sebelumnya hanya seorang kepala gampong samudera bernama Marah Silu. Setelah menganut agama islam kemudian berganti nama menjadi Malik as-Shaleh.
Berikut ini merupakan urutan para raja-raja yang pernah memerintah di kesultanan Samudera Pasai:
  • Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M)
  • Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326)
  • Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383)
  • Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405)
  • Sultan Nahrisyah (1405-1412)
  • Abu Zain Malik Zahir (1412)
  • Mahmud Malik Zahir (1513-1524)

2. Kesultanan Aceh Darussalam
Pada tahun 1520 Aceh berhasil memasukan kerajaan Daya ke dalam kekuasaan aceh darussalam. Tahun 1524, Pedir dan samudera pasai ditaklukkan. Kesultanan aceh darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang kapal portugis di bawah komando Simao de Souza Galvao di banda aceh.

Pada tahun 1529 Kesultanan aceh mengadakan persiapan untuk menyerang orang portugis di malaka, tetapi tidak jadi karena Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada tahun 1530, yang kemudian dimakamkan di kandang XII banda Aceh. Diantara penggantinya yang terkenal adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538-1571). Usaha-usahanya adalah mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan islam di timur tengah, seperti Turki, Abessenia (Ethiopia), dan Mesir. Pada 1563 ia mengirimkan utusannya ke Constantinopel untuk meminta bantuan dalam usaha melawan kekuasaan portugis.

Dua tahun kemudian datang bantuan dari turki berupa teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan Alauddin Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan menaklukan banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan barus. Untuk menjaga keutuhan kesultanan aceh, SUltan Alauddin menempatkan suami saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua orang putra sultan diangkat menjadi sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar resminya sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerah-daerah pengaruh kesultanan aceh ditempatkan wakil-wakil dari aceh.

Kemajuan kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan sultan iskandar muda mengundang perhatian para ahli sejarah. Di bidang politik sultan iskandar muda telah menundukan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur dan barat. Demikian pula Johor di semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian mengakui kekuasaan kesultanan Aceh Darussalam. Kedudukan portugis di malaka terus-menerus mengalami ancaman dan serangan, meskipun keruntuhan malaka sebagai pusat perdagangan di asia tenggara baru terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda. Perluasan kekuasaan politik VOC sampai belanda pada dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman kesultanan Aceh.

Sekian saja artikel mengenai Kerajaan Islam Di Sumatra dan Sejarah Singkatnya, Semoga bermanfaat untuk kita semua dan menambah ilmu kita terhadap sejarah di indonesia.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Nama-Nama Kerajaan Islam Di Sumatra Dan Sejarah Singkatnya"

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar jika ada yang perlu didiskusikan. Jangan pernah gunakan ujaran kebencian, bullying, dan kalimat-kalimat yang mengandung unsur SARA!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel